Makassar, Newstabir.com – Ruang lingkup kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) saat ini hanya dalam soal Perkara Hasil Pemilihan (PHP).
Tak hanya itu, MK juga memberi patokan yang jelas tentang selisih suara yang bisa dijadikan gugatan. Pihak-pihak yang akan menggugat sengketa hasil pemilihan harus mengajukan gugatan ke MK dalam waktu dan syarat ketentuan yang telah diatur UU nomor 8 tahun 2015 pasal 158.
Gugatan sengketa juga harus didukung oleh bukti, saksi dan saksi ahli yang lengkap. MK hanya menangani sengketa hasil pemilihan dengan syarat dan ketentuan yang telah diatur oleh UU, dan didukung oleh bukti serta saksi yang lengkap.
Syarat utama yang harus terpenuhi untuk layak diproses dalam sidang MK adalah soal waktu. Pemohon harus mengajukan gugatan dalam waktu 3×24 jam sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil pemilihan.
Syarat lainnya yang harus terpenuhi juga adalah soal selisih suara. UU Pilkada telah mengatur patokan selisih suara yang bisa mengajukan gugatan.
Ada patokan selisih suara yang disengketakan dengan pedoman kepada jumlah penduduk di daerah tersebut
1. Untuk Provinsi yang jumlah penduduknya dibawah 2 juta, syarat selisih suara adalah 2 persen.
2. Untuk provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta sampai 6 juta, selisih suara 1,5 persen
3. Untuk Provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta sampai 12 juta selisihnya 1 persen, dan
4. Untuk Provinsi dengan jumlah penduduk diatas 12 juta selisihnya 0,5 persen.
Sedangkan untuk kabupaten/kota;
1. Jumlah penduduk dibawah 150 ribu selisih suara yang bisa disengketakan adalah 2 persen,
2. Jumlah penduduk 150 ribu sampai 250 ribu 1,5 persen,
3. Jumlah penduduk 250 ribu sampai 500 ribu 1 persen, dan
4. Jumlah penduduk diatas 500 ribu selisihnya 0,5 persen. (int)